Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Kelompok Umat Buddha

Gambar
A. Garavasa Dari sudut pandang kelembagaan, masyarakat Buddhis terdiri atas dua kelompok (parisa) yang dijelaskan dalam Anguttara Nikaya III, 178 yaitu: 1. Kelompok masyarakat keviharaan yang dinamakan Pabbajjita (bhikkhubhikkhuni parisa). 2. Kelompok masyarakat awam yang dinamakan Garavasa (upasakaupasika parisa) (Angguttara Nikaya, III.178). Perbedaan ini hanyalah didasarkan pada kedudukan sosial mereka masing-masing dan bukan berarti kasta. Agama Buddha tidak menghendaki adanya kasta dalam masyaraka, Buddha mengatakan: “Bukan karena kelahiran seseorang disebut Vasala (sampah masyarakat). Bukan karena kelahiran seseorang disebut Brahmana. Hanya karena perbuatan seseorang disebut Vasala. Hanya karena perbuatan seseorang disebut Brahmana” (Sutta Nipata, Vasala Sutta). Selain dua kelompok diatas ada juga umat Buddha perumah tangga yang menjalani kehidupan sebagai samana walau dia bukan samana. Kelompok ini disebut Anagarika dan Anagariki. Perumah tangga akan hidup layaknya anggota masy...

Fokus dalam Bekerja (Citta) dan Mengevaluasi Pekerjaannya (Vimamsa)

Gambar
Kunci sukses berikutnya adalah fokus dalam pekerjaannya dan mampu mengevaluasinya. Fokus dalam pekerjaan ini adalah memperhatikan dengan sepenuhnya saat belajar, dan evaluasi di sini adalah mencari tahu, melihat kembali cara belajarnya apakah sudah baik atau belum, apakah sudah benar atau tidak? Sesuatu yang membuat tidak fokus dalam belajar atau bekerja adalah karena banyak yang harus dipelajari dan dilakukan sehingga bingung. Jika demikian maka harus menggunakan skala prioritas, artinya mendahulukan pekerjaan atau pelajaran yang mendesak dan sangat penting untuk dilakukan. Dalam belajar dan bekerja tidak selalu mengalami keberhasilan. Disinilah diperlukannya evaluasi, yaitu melihat kembali cara belajar dan cara bekerja kita sudah benar atau belum. Kemudian apakah ada gangguan dalam belajar dan bekerja atau tidak? Apakah sudah bertanya pada orang lain atau belum? Demikian, semua dilihat kembali, dicari sebab-sebab kegagalanya untuk kemudian diperbaiki di kemudian hari. Siapa pun oran...

Melestarikan Candi dan Hari Waisak

Gambar
Candi merupakan kekayaan luhur budaya bangsa sekaligus bukti nyata agama Buddha pernah menjadi agama besar di Indonesia. Kini candi-candi tersebut di samping sebagai objek wisata juga digunakan sebagai tempat kegiatan keagamaan Buddha. Karena itu, perlu dilestarikan. Pelestarian candi dapat dilakukan dengan memperkenalkan candi-candi di mata internasional sehingga kebanggaan kita sebagai warna negara Indonesia pun ikut terangkat. Candi merupakan salah satu warisan budaya bangsa kita yang dibangun oleh raja-raja yang berkuasa pada 13 abad silam. Untuk memahami lebih jauh apa manfaat dan cara pelestariannya. Melestarikan Candi-Candi Buddha 1. Perawatan Candi Borobudur Akibat Faktor Alam Lebih kurang sekitar 150 tahun setelah dibangun, Borobudur sempat tidak terawat yang diakibatkan adanya gempat bumi dan letusan Gunung Merapi sehingga sempat menghilang akibat kurang perawatan. Belakangan ini keadaan candi makin membaik setelah diperhatikan dari pihak pemerintah dan dunia internasional. ...

Delapan Anugerah Permintaan Pangeran Siddharta

Gambar
1. Delapan Permohonan Pangeran Siddharta Keluarga kerajaan saat itu sedang dalam suasana gembira, terutama Raja Suddhodana karena telah lahir cucu yang sangat dinanti-nantikan. Untuk memberikan nama kepada cucunya, diadakanlah pesta menyambut kelahiran cucunya. Sesuai dengan kata-kata yang diucapkan Pangeran Siddharta cucunya diberi nama Rahula oleh Raja Suddhodana. Pangeran Siddharta yang saat itu telah memiliki tekad kuat untuk menjadi petapa dengan hati-hati mendekati Raja Suddhodana. Pangeran meminta izin agar dapat pergi meninggalkan istana dan menjadi petapa untuk mengatasi usia tua, sakit, dan kematian. Raja yang menginginkan Pangeran Siddharta menjadi raja tentu tidak mengizinkan-Nya pergi. "Ayah, jika saya tidak diizinkan pergi, mohon Ayah berkenan memberikan delapan anugerah kepada-Ku." "Tentu saja, Anakku, aku akan memberikan apa pun permintaan-Mu. Apakah yang Kamu minta?" “Ayah, karena Ayah tidak mengizinkan saya pergi untuk menjadi petapa agar dapat men...

Kisah Sopaka Dalam Agama Buddha

Gambar
Tersebutlah seorang anak bernama Sopaka. Ia berasal dari keluarga yang sangat miskin. Ketika Sopaka berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ibunya kawin lagi dengan seorang laki-laki yang amat kejam, jahat dan kasar. Ia selalu memukul, mencaci-maki dan membentak Sopaka kecil yang ramah, tidak berdosa dan baik hati itu. Ayah tirinya selalu berpikir: “Anak ini selalu menyusahkan saja. Ia tidak ada gunanya. Saya amat membencinya tetapi tidak dapat melakukan apa-apa kepadanya, karena ibunya amat mencintainya. Apa yang harus saya lakukan?”. Pada suatu malam ia berkata kepada Sopaka: “Anakku, marilah kita berjalan-jalan”. Sopaka sangat heran karena ayah tirinya berbicara begitu ramah sehingga ia berpikir: “Ayah tiriku tidak pernah berbicara begitu ramah kepadaku. Tetapi sekarang kelihatannya amat baik. Mungkin ibuku yang memintanya untuk berlaku ramah kepadaku”. Lalu ia ikut pergi bersama ayah tirinya. Ayah tirinya membawanya ke kuburan yang banyak mayat berserakan. Lalu ia mengikat So...

Bukti Bukti Adanya Tuhan

Gambar
Umat Buddha kadang dianggap masyarakat luas sebagai orang yang tidak bertuhan. Agama Buddha sering pula dikatakan sebagai agama yang tidak bertuhan. Bahkan, pada suatu pertemuan dengan para pemuka agama, saya pernah menerima pernyataan dari pemuka agama lain bahwa Agama Buddha tidak bertuhan. Menanggapi pernyataan yang bersifat tuduhan ini, saya jawab dengan pertanyaan lain: ”Manakah agama di Indonesia yang bertuhan?” Tentu saja para pemuka agama itu langsung tersentak kaget dan merah padam mukanya. Mereka seolah tidak percaya dengan pertanyaan saya tersebut. Namun, saya segera melanjutkan dengan keterangan bahwa istilah ‘tuhan’ sesungguhnya berasal dari Bahasa Kawi. Oleh karena itu, pengertian kata ‘tuhan’ terdapat dalam kamus Bahasa Kawi. Disebutkan dalam kamus tersebut bahwa ‘tuhan’ berarti penguasa atau tuan. Dan, karena di Indonesia tidak ada agama yang mempergunakan Bahasa Kawi sebagai bahasa kitab sucinya, lalu agama manakah di Indonesia yang bertuhan dan mencantumkan istilah ‘t...